Latar Belakang

Dalam perkembangan masyarakat ekonomi regional yang makin kompetitif, diperlukan situasi politik, sosial, dan birokrasi yang kondusif, serta sumber daya yang berkualitas. Pembentukan sumberdaya manusia yang berkualitas hanya dapat dihasilkan oleh lembaga pendidikan yang kredibel dan proses pembelajaran yang baik. Proses pembelajaran yang berkualitas hanya bisa terjadi manakala melibatkan guru-guru yang professional. Pada beberapa dekade terakhir, pemerintah bersama perguruan tinggi telah bekerja keras dan bahu-membahu untuk melahirkan guru-guru yang professional.

Namun tidak bisa dipungkiri bahwa masih banyak guru yang tidak memiliki kompetensi yang mencukupi. Hal ini dibuktikan dengan nilai rata-rata nasional hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) 2015 hanya 53 dari 55 yang ditargetkan, dengan nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 10. Nilai tertinggi UKG se Indonesia sebesar 62,36 (DIY) sementara nilai terendah di Jawa adalah propinsi Banten dengan nilai 52,2. Nilai rata-rata UKG Propinsi Jawa Tengah sebesar 58,93 (sedikit di atas Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Jawa Timur). Hasil UKG yang masih jauh dari yang diharapkan menandakan masih banyaknya guru di Indonesia yang tidak professional. Guru yang tidak professional dibarengi dengan pengelolaan sekolah yang buruk berdampak pada munculnya kasus-kasus disekolah misalnya, perkelahian yang melibatkan warga sekolah (misalnya pada tahun 2014 jumlah kasus mencapai 2.737 sementara tahun 2015 naik sekitar 18 persen), terungkapnya tindakan amoral yang melibatkan warga sekolah,dan tertangkapnya beberapa oknum guru di tempat-tempat yang tidak semestinya.

Dari guru pada berbagai mata pelajaran, guru ekonomi dan akuntansi pada berbagai jenjang terpinggirkan secara politik birokrasi sekolah bahkan secara struktural. Masih banyak guru ekonomi dan akuntansi yang memiliki penghasilan di bawah satu juta rupiah, demikian juga yang terkatung-katung karena menunggu pengangkatan sebagai PNS tetapi tidak kunjung datang. Guru ekonomi dan akuntansi pada sekolah umum memiliki jam mengajar yang sedikit, penghargaan yang rendah, untuk mencapai angka 24 jam pelajaran x 32 siswa (rombel), mereka harus mengajar di berbagai sekolah.

Keluarga besar program studi pendidikan ekonomi akuntansi UMS memiliki komitmen yang tinggi untuk membangun sekolah yang sehat, guru yang professional, dan kebijakan yang pantas pada guru, dan pengurusan masa depan yang baik. Oleh karena itu, dipandang perlu untuk mempertemukan pengambil kebijakan pembinaan karier guru tingkat pusat (Mendikbud), Gubernur Jawa Tengah sebagai kepala daerah yang bertanggung jawab atas pembinaan guru di daerah, dan rektor perguruan tinggi sebagai pihak yang berkompeten. Hal ini diwujudkan dengan usulan kegiatan seminar nasional bertemakan “Peran Pemerintah dan Perguruan Tinggi dalam Pembinaan Karier Guru dalam Jabatan”. Seminar ini mengundang para guru pada berbagai jenjang sekolah, dosen, pemerhati pendidikan, administrator pendidikan, dan pemangku pendidikan untuk ambil bagian dalam seminar, baik sebagai pemakalah, kontributor, maupun peserta.

Tema

“Peran Pemerintah dan Perguruan Tinggi dalam Pembinaan Karier Guru Dalam Jabatan”

Keynote Speakers

Anies Baswedan, Ph.D
(Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia)
"Isu dan Kebijakan Pemerintah dalam Pembinaan Karier Guru dalam Jabatan"
Ganjar Pranowo, SH, MIP
(Gubernur Jawa Tengah)
"Kebijakan Pemerintah Propinsi Jawa Tengah tentang Pembinaan Guru"
Prof. Dr. Bambang Setiaji
(Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta)
"Peranan Perguruan Tinggi/Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan dalam Peningkatan Kualitas Guru Pendidikan Dasar dan Guru Pendidikan Menengah"